Minggu, 15 Agustus 2010

KANKER PARU

KANKER PARU

Pendahuluan 1
Lebih dari 90 % tumor paru primer merupakan tumor ganas, dan sekitar 95 % tumor ganas ini termasuk kanker paru. Meskipun dianggap sebagai suatu bentuk keganasan yang jarang terjadi, insidens kanker paru di negara industri telah meningkat sampai tahap epidemik. Kanker paru sekarang ini telah menjadi sebab utama dari kematian akibat kanker pada pria maupun wanita. Insidens tertinggi terjadi pada usia antara 55-65 tahun. Peningkatan ini dipercaya ada hubungannya dengan makin tingginya kebiasaan merokok sigaret yang sebenarnya sebagian besar dapat dihindari.

Definisi
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru). Kelainan pada epitel bronkus berupa hiperplasi sel basal, metaplasi skwamosa atau carcinoma in situ. Kanker paru disebut juga karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma). 2,3

Etiologi
Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tetapi inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain. Dari beberapa kepustakaan dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1928), telah melaporkan tingginya insidens kanker paru pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok. Terdapat hubungan antara jumlah rokok yang diisap perhari dengan tingginya insidensi kanker paru. Perokok pasif pun akan menerima risiko terkena kanker paru. Diperkirakan 25 % kanker paru dari bukan paru adalah berasal dari perokok pasif. 4
Etiologi lain kanker paru yang pernah dilaporkan adalah: 4
a. Yang berhubungan dengan pajanan zat karsinogen, seperti:
* Asbestos, sering menimbulkan mesotelioma
* Radiasi ion pada pekerja tambang uranium
* Radon, arsen, kromium, nikel, polycyclic hydrocarbon, vinyl chloride
b. Polusi udara
pasien kanker paru lebih banyak didaerah urban yang banyak polusi udaranya dibandingkan yang tinggal didaerah rural.
c. Genetik
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru.
Dua faktor lain yang dapat pula berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya kanker paru adalah diet dan familial. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perokok yang dietnya rendah vitamin A memperbesar risiko terjadinya kanker paru. Terdapat juga bahwa anggota keluarga dari penderita kanker pau memiliki risiko yang lebih besar terhadap penyakit ini, walaupun demikian tidak diketahui apakah hal ini benar-benar herediter atau karena faktor familial. 1

Patologi
Kanker paru-paru primer biasanya diklasifikasikan menurut jenis histologinya, semuanya memiliki riwayat alami dan respon terhadap pengobatan yang berbeda-beda.
a. SCLC (Small Cell Lung Cancer)
Gambaran histologis yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin dan sedikit sekali/tanpa nukleoli. Sel kecil ini cenderung berkumpul disekeliling pembuluh darah halus. Sel-sel yang bermitosis banyak sekali ditemukan begitu juga gambaran nekrosis. DNA yang terlepas menyebabkan warna gelap disekitar pembuluh darah.
SCLC mempunyai daya metastasis yang lebih tinggi, yakni sebelum tumor primer dapat dideteksi metastasis telah terjadi pada kelenjar limfe. Disamping itu SCLC juga mempunyai tingkat pembelahan yang tinggi, sehingga relatif lebih sensitif terhadap tindakan radioterapi maupun sitostatik, akan tetapi tertutup kemungkinan untuk dilakukannya tindakan operasi. 4,5



b. NSCLC (Non Small Cell Lung Cancer)
Karsinoma sel skuamosa berciri khas proses keratinisasi dan pembentukan bridge intraselular. Studi sitologi memperlihatkan perubahan yang nyata dari displasia skuamosa ke karsinoma in situ. 4

Gambaran Klinis 4
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berat pasien sudah dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat:
a. Lokal (tumor tumbuh setempat):
• Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronik.
• Hemoptisis.
• Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas.
• Kadang terdapat kavitas seperti abses paru.
• Ateletaksis.
b. Invasi lokal:
• Nyeri dada.
• Dispnea karena efusi pleura.
• Invasi ke perikardium  terjadi tamponade atau aritmia.
• Sindrom vena cava superior.
• Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis).
• Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent.
• Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis.
c. Gejala penyakit metastasis:
• Pada otak, tulang, hati, adrenal
• Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
d. Sindrom Paraneoplastik:
Terdapat pada 10 % kanker paru dengan gejala:
• Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam.
• Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulsi.
• Hipertrofi osteoartropati.
• Neurologik: demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer.
• Neuromiopati
• Endokrin: sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia).
• Dermatologik: eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh.
• Renal: SIADH.
e. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
• Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara radiologis.
• Kelainan berupa nodul soliter.

Prosedur Diagnostik
Alat utama untuk mendiagnosis kanker paru adalah radiologi, bronkoskopi, dan sitologi. CT scan mungkin dapat memberikan bantuan lebih lanjut dalam membedakan lesi-lesi yang dicurigai. 4
Menurut Veeze (1968) gambaran radiologi yang terdapat pada prinsipnya dapat dibagi atas 3 bagian, yakni: 5
• Nodus perifer antara 20-40 %
• Pembesaran hilus yang terjadi berkisar antara 30-40 %
• Infiltrasi atau ateletaksis 30-50 %
Menurut Rigle (1955) diameter rata-rata dari masing-masing hilus adalah 5,5 cm. dengan jumlah diameter kedua hilus adalah 11 cm, maka perbedaan antara kedua hilus menjadi kurang dari 1 cm. hilus dikatakan melebar bila diameter total lebih dari 13 cm atau perbedaan diantaranya lebih dari 1,7 cm. 5
1. Pemeriksaan Radiologi 6
a. Foto thoraks PA, lateral dan oblique (bila perlu). Hal ini untuk menentukan letak tumor dengan tepat. Kelainan dapat berupa bayangan padat dengan batas suram atau tegas. Harus dicari tandapembesaran kelenjar getah bening di hilus, tanda destruksi iga, pendorongan atau penarikan trakea dan mediastinum, serta kelumpuhan diafragma.
b. Pemeriksaan sinar tembus untuk melihat adanya kelumpuhan diafragma, juga untuk melihat apakah tumor berdenyut atau tidak.
c. Pemeriksaan tomogram untuk menentukan pembesaran kelenjar bening di hilus/mediastinum.
d. Pemeriksaan bronkografi untuk memperlihatkan letak tumor dipercabangan bronkus.
e. Pemeriksaan untuk mencari metastasis jauh:
• Bone Survey/Bone Scanning, untuk mencari metastasis di tulang-tulang.
• Liver Scanning atau Ultrasonografi, untuk mencari metastasis di hati.
• Computerized tomography scanning (CT-Scanning) dari cranium/brain scanning.
• Beberapa ahli menggunakan CT-Scan abdomen, untuk melihat metastasis supra renal.
2. Bronkoskopi 6
Kelainan yang dapat ditemukan secara bronkoskopik ialah:
• Kelainan dinding bronkus yang berupa: tumor intrabronkial
• Perubahan pada lumen bronkus, berupa stenosis atau obstruksi.
Pemeriksaan bronkoskopi harus dilanjutkan dengan pengambilan bahan pemeriksaan histologis/sitologis.
3. Sitologi 4,6
Bahan didapatkan dari:
• Sputum: pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85 %pada sel skuamosa.
• Cairan pleura: dilakukan bila terdapat efusi pleura. Selain untuk diagnostik juga bertujuan terapeutik.
• Bilasan bronkus



Staging Kanker paru 4
Staging yang dibuat oleh The International System for Staging Lung Cancer, serta diterima oleh The American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan The Union Internationale Contre Ie Cancere (UICC), memberikan klasifikasi kanker paru pada tahun 1973 dan kemudian direvisi 1986 dan terakhir pada tahun 1997.
Staging sistem TNM terdiri dari:
Occult Ca Tx No Mo BARU 1997 TNM
Stage 0 Tis Carcinoma Insitu
Stage I T1-2 N0 M0 Stage IA T1N0M0
Stage II T1-2 N1 M0 Stage IB T2N0M0
Stage III A T3
T1-3 N0-1
N2 M0
M0 Stage IIA
Stage IIB T1N1M0
T2N1M0
Stage IIIB



Stage IV

T4

T1-3

T1-4 N0-3

N3

N1-3 M0

M0

M1 Stage IIIA

Stage IIIB

Stage IV
T1-3N2M0
T3N1M0
T4 Any NM0
Any TN3M0
Any T Any NM1



Keterangan :
Tx = * tumor terbukti ganas didapat dari sekret bronkopulmoner, tapi tidak terlihat secara bronkoskopis dan radiologis.
* tumor tidak bias dinilai pada staging retreatment.
Tis = carcinoma in situ (pre invasive carcinoma)
T1 = tumor, diameter < 3 cm
T2 = tumor, diameter 3 cm atau terdapat ateletaksis pada distal hilus
T3 = tumor ukuran apa pun meluas ke pleura, dinding dada, diafragma, perikardium, < 2 cm dari karina, terdapat ateletaksis total.
T4 = tumor ukuran apapun invasi ke mediastinum atau terdapat efusi pleura maligna.
No = tidak ada kelenjar getah bening (KGB) yang terlibat
N1 = metastasis KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus
N2 = metastasis KGB mediastinal atas sub carina
N3 = metastasis KGB mediastinal kontra lateral atau hilus atau KGB skalenus atau supraklavikular
Mo = tidak ada metastasis jinak
M1 = metastasis jinak pada organ (otak, hati, dll)

Pengobatan
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti terapi). Kenyataannya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya dihadapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-medis seperti fasiliti yang dimiliki Rumah Sakit dan ekonomi penderita juga merupakan faktor yang amat menentukan. 2
Tujuan pengobatan kanker : 4
1. Kuratif : menyembuhkan, memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup pasien.
2. Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal : mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4. Suportif : menunjang pengobatan kuratif, paliatif, dan terminal seperti pemberian nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, growth factors obat anti nyeri dan obat anti infeksi.
Pada NSCLC, terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II pada pasien dengan sisa cadangan parenkim paru yang cukup. Luasnya penyebaran intradada yang ditemui saat operasi menjadi pegangan luas prosedur operasi yang dilaksanakan. 4
Survival pasien yang dioperasi pada stadium I mendekati 60 %, pada stadium II 26-37 %, dan II A 17-36,3 %. Pada stadium III A masih ada kontroversi mengenai keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding thoraks terdapat metastasis. Pasien III b dan IV tidak dioperasi. Combined modality therapy yaitu gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas) dilaporkan memperpanjang survival. 4
a. Radioterapi
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy, dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu. 2
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah : 2
1. Hb > 10 gr%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl
Pada pasien dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor sudah merambat sebatas sayatan operasi, radiasi pasca operasi dianjurkan untuk diberikan. Radiasi praoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar misalnya pada reseksi lebih komplit pada tumor pancoast atau stadium III B dilaporkan bermanfaat dari beberapa sentra kanker. Radiasi paliatif pada kasus sindrom vena cava superior atau kasus dengan komplikasi dalam rongga dada akibat kanker seperti hemoptisis, ateletaksis, mengurangi nyeri akibat metastasis ke kranium dan tulang. 4
b. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status). Dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat antikanker dapat dilakukan. 2
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi : 2
1. Tampilan ≥ 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu
2. Hb ≥ 10 gr%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut,meski Hb < 10 gr% tidak perlu transfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan penyebab anemia
3. Granulosit ≥ 1500/mm3
4. Trombosit ≥ 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kegagalan pencapaian target pengobatan antara lain : 4
• Resistensi terhadap sitostatik
• Penurunan dosis sitostatik : penurunan dosis sebesar 20 % akan menurunkan angka harapan sembuh sekitar 50 %
• Penurunan intensitas obat, karena jumlah obat yang diterima selama kurun waktu tertentu kurang.
c. Pembedahan 6
Didasarkan atas jenis histologi, derajat, (stage, stadium), dan toleransi/tampilan (performance status) penderita. Disamping itu perlu juga diperhatikan faktor umur, faal paru, faal jantung, dan faal organ lain.
d. Pemilihan Obat 4
Kebanyakan obat sitostatik mempunyai aktivitas cukup baik pada NSCLC dengan tingkat respons antara 15-33 %, walaupun demikian penggunaan obat tunggal tidak capai remisi komplit. Kombinasi beberapa sitostatik telah banyak diteliti untuk meningkatkan tingkat respon yang akan berdampak pada harapan hidup.
Mula-mula rejimen CAMP yang terdiri dari siklofosfamid, doksorubisin metotreksat dan prokarbasin, tingkat respons regimen ini 26 %.
Obat baru saat ini telah banyak dihasilkan dan dicobakan sebagai obat tunggal seperti Paclitaxel, Docetaxel, Vinorelbine, Gemcitabine, dan Irenotecan dengan hasil yang cukup menjanjikan. Begitu juga bila dimasukkan ke rejimen lama membentuk rejimen baru.

Prognosis
Prognosis secara keseluruhan bagi pasien-pasien dengan karsinoma bronkogenik adalah buruk (kelangsungan hidup 5 %) dan hanya sedikit meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, meskipun telah diperkenalkan berbagai agen-agen kemoterapi yang baru. Dengan demikian , penekanan harus diberikan pada pencegahan. 1



1. Small Cell Lung Cancer (SCLC) 4
• Dengan adanya perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini kemungkinan hidup rata-rata (median survival time) yang tadinya < 3 bulan meningkat menjadi 1 tahun.
• Pada kelompok Limited Disease kemungkinan hidup rata-rata naik menjadi 1-2 tahun, sedangkan 20 % daripadanya tetap hidup dalam 2 tahun.
• 30 % meninggal karena komplikasi lokal tumor.
• 70 % meninggal karena karsinomatosis.
• 50 % bermetastasis ke otak (autopsi).
2. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) 4
• Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan stadium penyakit.
• Dibandingkan dengan jenis lain NSCLC, karsinoma skuamosa tidaklah seburuk yang lainnya. Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah, kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi adalah 30 %.
• Survival setelah tindakan bedah, 70 % pada occult carcinoma; 35-40 % pada stadium 1; 10-15 % pada stadium II dan kurang dari 10 % pada stadium III.
• 75 % karsinoma skuamosa meninggal akibat komplikasi torakal, 2 % diantaranya meninggal karena gangguan sistem saraf sentral.
• 40 % adenokarsinoma dan karsinoma sel besar meninggal akibat komplikasi torakal, 55 % karena ekstra torakal.
• 15 % adenokarsinoma dan karsinoma sel besar bermetastasis ke otak dan 8-9 % meninggal karena kelainan sistem saraf sentral.
• Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi, dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun, hal ini sangat tergantung pada :
- Performance status.
- Luasnya penyakit.
- Adanya penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir.



Pencegahan 4
• Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti merokok dapat mengurangi risiko terkena kanker paru. Penelitian dari kelompok perokok yang berusaha berhenti merokok, hanya 30 % yang berhasil.
• Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan, yakni dengan memakai derivate asam retinoid,karotenoid, vitamin C, selenium, dan lain-lain.
























DAFTAR PUSTAKA

1. Wilson M. Lorrain, Tumor Ganas Paru-paru dalam Patofisiologi, buku II, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Kanker Paru dalam Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Kanker Paru di Indonesia, Jakarta, 2001.
3. Kurniawan A.N, Penyakit Paru-paru dalam Kumpulan Kuliah Patologi, Penerbit FKUI, Jakarta, 1998.
4. Amin Zulkifli, Bahar Asril, Tumor paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 2001.
5. Rab, Tabrani, Diagnosa Dini Kanker Paru, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1982.
6. Ismid D.I Busroh, Pembedahan Kanker Paru dalam Pembedahan Pada Keganasan Saluran Utama Pernapasan, Penerbit Universitas Indonesia,cetakan pertama, Jakarta, 2004.
















KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “Kanker Paru”, yang merupakan tugas mahasiswa program profesi yang menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan referat ini, terutama kepada pembimbing dr. T. Moead Zulkifly, Sp.P, dosen SMF Pulmonologi FK Unsyiah-RSUZA Banda Aceh, juga kepada teman sejawat doktermuda yang telah membantu sepenuhnya dalam penulisan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada penulisan referat ini, oleh karena terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan referat ini.
Akhirnya penulis mengharapkan agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun pihak lain yang berkepentingan.





Banda Aceh, Desember 2005
Penulis


Meta Maulinda, S.Ked

Tidak ada komentar:

Posting Komentar