Bell Palsy
Pendahuluan
Latar belakang: Bell palsy merupakan satu dari gangguan neurologis dari nervus kranialis yang paling sering muncul. Ia merupakan suatu paresis atau paralisis fasialis perifer unilateral yang datang tiba-tiba tanpa penyebab yang dapat dikenali. Sindroma paralisis fasialis idiopatik pertama kali dijelaskan oleh Sir Charles Bell seabad yang lalu, meskipun masih terdapat kontroversi dalam hal etiologi dan penatalaksanaannya. Bell palsy tetap menjadi penyebab paralisis fasialis tersering di penjuru dunia.
Penting sekali untuk mempertimbangkan Bel Palsy sebagai suatu diagnosa banding. Keadaan penyakit atau kondisi lainnya yang tampil dengan facial palsy sering salah didiagnosis sebagai suatu idiopatik.
Pasien dengan Bell Palsy sering datang ke IGD sebelum menemui pekerja perawat kesehatan lain. Tampilan wajah yang mengalami distorsi dan kerusakan fungsional secara tiba-tiba merupakan kekuatan yang mengendalikan pasien untuk mendapatkan evaluasi kegawatdaruratan. Pasien sering mengkhawatirkan jika mereka mengalami serangan stroke atau mempunyai suatu tumor dan kalau saja tampilan distorsi fasial mereka akan permanen.
Peranan dokter kegawatdaruratan terdiri dari hal-hal berikut:
• Singkirkan penyebab lain dari paralisis fasialis.
• Mulailah terapi yang sesuai.
• Lindungi mata.
• Aturlah perawatan follow-up medis yang sesuai.
Patofisiologi: Patofisiologi pasti masih belum diketahui; masih merupakan wilayah perdebatan yang belum terselesaikan. Teori yang cukup popular menyatakan adanya inflamasi pada nervus fasialis. Selama proses ini, nervus mengalami pertambahan diameter dan menjadi tertekan sepanjang perjalanannya melalui tulang temporal.
Nervus fasialis berjalan melalui bagian dari tulang temporal yang sering disebut dengan kanalis fasialis. Bagian pertama dari kanalis fasialis (segmen labirin) menyempit. Pintu masuk yang kecil (berdiameter sekitar 0,66 mm) pada segmen ini dikenal sebagai meatal foramen.
Nervus fasialis karena jalan yang sempit membuatnya melekat pada jalur perjalanannya melalui kanalis fasialis. Masuk akal jika berbagai proses inflamasi, demyelinisasi, iskemik atau kompresif dapat mengganggu hantaran saraf pada wilayah anatomi yang unik ini.
Anatomi
Nervus fasialis (nervus kranialis ke 7) mempunyai 2 komponen. Bagian terbesar mengandung serabut eferen yang merangsang otot-otot ekspresi fasial. Bagian yang lebih kecil mengandung serabut perasa dari dua pertiga anterior lidah, serabut sekremotorik kelenjar lakrimal dan saliva, serta sejumlah serabut nyeri.
Jalur Perjalanan
Jalur perjalanan nervus fasialis sangatlah kompleks; hal inilah mungkin menjadi alasan mengapa saraf ini rentan terhadap trauma. Dua bagian dari nervus fasialis meninggalkan otak pada sudut serebelopontin, melintasi fossa kranial posterior, menyelam ke dalam meatus akustikus internal, melalui kanalis fasialis di tulang temporal, lalu berbelok tajam ke belakang, dimana mereka berjalan di belakang telinga tengah dan keluar dari kranium pada foramen stilomastoideus. Dari sini, nervus fasial membagi dua kelenjar parotis, dan kemudian cabang terminalnya keluar dari pleksus parotis untuk mensuplai otot-otot ekspresi fasial.
Frekuensi:
• Di AS: Insiden Bell palsy di Amerika Serikat berkisar 23 kasus per 100.000 orang. Keadaan ini mengenai sedikitnya 1 dari 65 orang dalam fase kehidupannya.
• Internasional: Insiden bernilai sama seperti di AS.
Mortalitas/Morbiditas: Bell palsy dapat menyebabkan gangguan estetika, fungsional dan psikologis pada pasien yang memiliki residu disfungsi saraf selama fase pemulihannya atau pada pasien dengan kesembuhan tidak sempurna.
• Paralisis parsial
• Sinkinesis motorik (gerakan involunter yang menyertai gerakan volunter)
• Sinkinesis otonom (lakrimasi involunter setelah suatu gerakan otot volunter)
Ras: Insiden Bell palsy sedikit lebih tinggi pada individu dengan garis keturunan Jepang.
Jenis Kelamin: Tidak terdapat perbedaan dalam hal distribusi jenis kelamin pada pasien dengan bell palsy.
Usia: Usia mempengaruhi kemungkinan kontraksi Bell palsy. Insiden paling tinggi pada individu berusia 15-45 tahun. Bell palsy lebih jarang terjadi pada individu yang berusia dibawah 15 tahun dan pada individu diatas 60 tahun.
KLINIS
Riwayat: Sebagian besar pasien yang datang ke IGD curiga bahwa diri mereka menderita stroke atau mempunyai tumor intrakranial. Keluhan yang paling sering diberikan adalah kelemahan satu sisi wajah.
• Nyeri belakang telinga: Hampir 50% pasien mengalami nyeri di regio mastoid. Rasa nyeri sering terjadi secara simultan dengan paresis, tetapi mendahului paresis dalam waktu 2-3 hari pada kurang lebih 25% pasien.
• Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluhkan aliran air mata. Hal ini karena penurunan fungsi orbikularis okuli dalam mentransportasi air mata. Lebih sedikit air mata yang sampai ke sakus lakrimal. Produksi air mata tidak mengalami akselerasi.
• Perubahan rasa: Meskipun hanya sepertiga pasien yang mengeluhkan gangguan rasa, empat perlima pasien menunjukkan adanya penurunan sensasi rasa. Hal ini dapat dijelaskan oleh keterlibatan lidah yang hanya setengah bagian saja.
• Mata kering
• Hiperakusis: Kerusakan toleransi derajat kebisingan tertentu karena peningkatan iritabilitas terhadap mekanisme sensori neural.
Fisik: Temuan-temuan paralisis fasialis mudah dikenali pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang komplit dan seksama mampu menyingkirkan penyebab paralisis fasial yang mungkin. Dapat dipertimbangkan adanya etiologi lain jika seluruh cabang nervus fasialis tidak terkena.
• Definisi Bell palsy klasik menyatakan adanya keterlibatan nervus fasial mononeural, tanpa adanya kemungkinan nervus kranial lainnya terkena. Nervus fasialis merupakan satu-satunya nervus kranial yang memperlihatkan temuan-temuan yang jelas pada pemeriksaan fisik karena perjalanan anatominya dari otak menuju wajah bagian lateral yang unik.
• Perlu diingat bahwasanya kelemahan dan atau paralisis dari keterlibatan nervus fasialis bermanifestasi sebagai kelemahan dari seluruh wajah (bagian atas dan bawah) pada sisi yang terkena. Pusatkan perhatian pada gerakan volunter bagian atas wajah sisi yang terkena.
• Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (upper motor neuron; diatas fasial nukleus pada pons), sepertiga bagian atas wajah tidak terkena sedangkan dua pertiga bagian bawah mengalami paralisis. Otot-otot orbikularis, frontalis dan otot korugator dipersarafi secara bilateral, yang menjelaskan pola paralisis fasial.
• Uji nervus kranial lainnya; dengan hasil pemeriksaan yang seharusnya normal.
• Membran tymphani mestinya tidak mengalami inflamasi; adanya infeksi meningkatkan kemungkinan adanya komplikasi otitis media.
Penyebab: “Semua yang bersinar belum tentu emas” (William Shakespeare)
Etiologi Bell palsy masih belum jelas, meskipun telah diusulkan adanya penyebab vaskular, infeksius, genetik dan immunologis. Pasien dengan penyakit atau kondisi lainnya terkadang mengembangkan palsy nervus fasial perifer, tetapi mereka tidak diklasifikasikan sebagai Bell palsy (lihat diagnosa banding).
• Infeksi virus: Data epidemiologis dan klinis memberikan kepercayaan adanya sumber yang berasal dari infeksi, yang memicu respon immunologis, menghasilkan kerusakan nervus fasial. Daftar patogen yang berperan meliputi virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1); virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2); human herpes virus(HHV); virus varicella zoster (VZV); Mycoplasma pneumoniae; Borrelia burgdorferi; influenza B; adenovirus; coxsackievirus; virus Epstein-Barr; hepatitis A, B dan C; cytomegalovirus (CMV); dan virus rubella.
• Kehamilan: Bell palsy jarang terjadi pada kehamilan; akan tetapi, prognosisnya memburuk secara signifikan pada wanita hamil dengan Bell palsy dibandingkan wanita yang tidak hamil dengan Bell palsy.
• Genetika: Angka kekambuhan (4,5-15%) dan insiden familial (4,1%) telah ditunjukkan dari berbagai penelitian. Genetika mungkin memiliki peranan dalam Bell palsy, tetapi masih belum jelas faktor manakah yang diturunkan.
DIAGNOSA BANDING
Diabetes Mellitus, tipe 1
Diabetes Mellitus tipe 2
Fraktur mandibula
Herpes zoster
Sklerosis multipel
Penyakit Tick-Borne, Lyme
Masalah lain yang juga dipertimbangkan:
Herpes zoster
Kehamilan (terutama pada trimester ketiga)
Polineuritis
Otitis akut
Otitis kronis
Fraktur tulang temporal
Mononukleosis infeksiosa
Tumor parotis
Sarkoidosis
Kolesteatoma telinga tengah
Aneurisma vertebra, arteri basilaris, atau arteri karotis
Meningitis karsinomatosa
Trauma fasial (tumpul, tusuk, iatrogenik)
Menengitis leukemik
Lepra
Sindroma Melkersson-Rosenthal
Pembedahan telinga tengah
Osteomyelitis dasar tengkorak
Tumor dasar tengkorak
Studi Laboratorium:
• Tidak terdapat uji laboratorium yang spesifik untuk memastikan diagnosis Bell palsy. Seting klinis menentukan uji apa yang dapat memberikan nilai. Penyebab lainnya yang mungkin dalam diagnosa banding dapat dipastikan atau dicurigai berdasarkan uji laboratorium diagnostik berikut ini:
o Hitung sel darah lengkap
o Laju sedimentasi eritrosit
o Studi fungsi thyroid
o Titer Lyme
o Kadar glukosa serum
o Rapid plasma reagin (RPR) atau uji VRDL
o HIV
o Analisa cairan serebrospinal
o Titer IgM, IgG, dan IgA terhadap CMV, rubella, HSV, hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, VZV, M Pneumoniae, dan B burgdorferi.
Studi Imaji:
• Bell palsy tetap merupakan suatu diagnosis klinis. Studi imaji tidak diindikasikan di IGD. Dalam menyingkirkan penyebab lain dari Bell palsy mungkin memerlukan satu dari studi imaji berikut tergantung pada seting klinis.
o CT scan wajah atau radiografi biasa: Dilakukan untuk menyingkirkan adanya fraktur atau metastase tulang.
o CT scan diindikasikan jika didiagnosa banding stroke, keterlibatan SSP pada AIDS.
o MRI: Jika terdapat kecurigaan adanya neoplasma tulang temporal, otak, kelenjar parotis, atau struktur lainnya, atau untuk mengevaluasi adanya sklerosis multipel, maka MRI merupakan metode unggulan dalam studi imaji. Perjalanan nervus fasial melalui regio intratemporal dan ekstratemporal dari otak ke otot-otot fasial dan kelenjar dapat diikuti dengan MRI. MRI juga dipertimbangkan sebagai pengganti CT-scan.
Test lainnya:
• Elektrodiagnosis nervus fasial: Studi ini menilai fungsi nervus fasial. Test ini jarang dilakukan pada basis kegawatdaruratan.
o Elektromyografi (EMG) dan kecepatan hantaran saraf menghasilkan grafik bacaan aliran listrik yang ditampilkan melalui menstimulasi nervus fasial dan merekam eksitabilitas otot-otot fasial yang disuplainya. Perbandingan terhadap sisi kontralateral membantu menentukan perluasan perlukaan saraf dan mempunyai implikasi prognostik. Uji ini bukan merupakan bagian dari tindakan akut.
o Pada uji eksitabilitas saraf, dapat ditentukan nilai ambang rangsang elektrik yang menghasilkan kedutan otot yang dapat dilihat.
o Elektroneurografi (ENoG) membandingkan potensial pembangkit pada sisi yang mengalami paresis dengan sisi yang sehat.
TERAPI
Perawatan di IGD: Terapi utama pasien dengan Bell palsy di IGD adalah manajemen farmakologis. Perawatan lainnya difokuskan pada penenangan, instruksi perawatan mata, dan perawatan follow-up yang sesuai.
• Steroid
o Terapi Bell palsy dengan steroid masih kontroversial. Berbagai artikel-artikel penelitian telah bercerita mengenai manfaat atau ketidakmanfaatan steroid dalam hal terapi pasien dengan Bell palsy.
o Peneliti cenderung mengandalkan steroid sebagai perangkat mengoptimalkan outcome. Pada saat diputuskan penggunaan steroid, konsensus segera dimulai.
• Agen-agen anti viral: Meskipun penelitian dalam mengevaluasi keefektifitasan obat-obat antiviral pada Bell palsy masih belum mencukupi, sebagian besar ahli meyakini adanya etiologi virus. Oleh karena itu, agen-agen antiviral cenderung merupakan pilihan yang logis pada manajemen farmakologis dan sering direkomendasikan.
• Perawatan mata: Mata sering tidak terlindungi pada pasien Bell palsy. Hal ini menyebabkan mata beresiko mengalami kekeringan kornea dan paparan benda asing. Tatalaksana dengan pengganti air mata, pelumas dan pelindung mata.
o Air mata buatan: Gunakan ini selama masa sadar untuk menggantikan lakrimasi yang hilang.
o Pelumas digunakan saat tidur: Mereka dapat digunakan selama masa sadar jika air mata buatan tidak mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur.
o Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan pengeringan dengan menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea.
Konsultasi: Dokter-dokter pada pusat pelayanan kesehatan primer pasien atau konsultan hendaknya menyediakan perawatan follow up secara erat. Hendaknya didokumentasikan grafik kemajuan kesembuhan pasien.
Masih terdapat berbagai pendapat menyangkut rujukan ke spesialis. Beberapa indikasi rujukan secara spesifik adalah sebagai berikut:
• Ahli saraf: Jika dikenali tanda-tanda neurologis lain dan rujukan diindikasikan jika terdapat tampilan Bell palsy yang tidak khas.
• Ahli mata: Untuk tiap nyeri okular atau temuan-temuan abnormal pada pemeriksaan fisik mata, pasien hendaknya dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih alasan.
• Ahli THT: Pada pasien dengan paralisis persisten, perpanjangan kelemahan otot-otot fasial, atau kelemahan rekuren disarankan untuk dirujuk.
• Ahli bedah: Pembedahan untuk dekompresi nervus fasial terkadang disarankan pada pasien dengan Bell palsy. Pasien-pasien dengan prognosis buruk yang diidentifikasi dengan pengujian nervus fasial atau paralisis persisten cenderung mendapatkan manfaat dari intervensi bedah.
MEDIKASI
Karena sebagian besar pasien dapat sembuh tanpa medikasi, dokter mampu menatalaksana pasien tanpa merepkan medikasi. Rencana penungguan yang dipantau dengan erat merupakan suatu pilihan; akan tetapi, beberapa individu dengan Bell palsy tidak sembuh sempurna. Medikasi yang terdaftar dibawah ini mempunyai uji-uji klinis yang mendukung dan memperselisihkan keefektifitasannya.
Kategori Obat: Kortikosteroid—Memiliki sifat anti inflamasi dan menyebabkan efek metabolik yang dalam dan bervariasi. Memodifikasi respon imun tubuh untuk terhadap berbagai rangsangan.
Nama Obat Prednison (Deltason, Orason, Sterapred) – Kesuksesan farmakologis mungkin dihasilkan dari efek antiinflamasi, yang kiranya mengurangi kompresi nervus fasial di kanalis fasialis.
Dosis Dewasa 1 mg/kg/hr PO selama 7 hari
Dosis Pediatri Diberikan sebagaimana pada orang dewasa
Kontraindikasi Riwayat hipersensitifitas; infeksi tuberkular kulit dan infeksi jaringan penghubung karena visur atau jamur; penyakit ulkus peptikum; disfungsi hepar; penyakit GI
Interaksi Pemberian bersama dengan estrogen dapat menurunkan klirens prednison; penggunaan disertai dengan digoksin dapat menyebabkan toksisitas digitalis karena hipokalemia; fenobartital, fenitoin dan rifampin dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid (pertimbangkan meningkatkan dosis pemeliharaan); pemberian bersama dengan diuretik memerlukan pengawasan akan kejadian hipokalemia
Kehamilan B – Biasanya aman tetapi manfaatnya harus melebihi resikonya.
Kewaspadaan Penghentian glukokortikoid secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis adrenal; dalam penggunaan glukokortikoid dapat terjadi infeksi, penekanan pertumbuhan, myasthenia gravis, psikosis, euforia, osteoporosis, hipokalemia, penyakit ulkus peptikum, myopati, osteonekrosis, edema, hiperglikemia, krisis adrenal
Kategori Obat: Antivirus – Infeksi herpes simpleks mungkin merupakan penyebab yang sering dari Bell palsy. Asiklovir merupakan terapi yang paling sering digunakan, tetapi agen antiviral lainnya juga dapat digunakan.
Nama Obat Asiklovir (Zovirax) – Telah menunjukkan adanya aktivitas inhibitor langsung terhadap HSV-1 maupun HSV-2, dan sel terinfeksi secara selektif dapat menerimanya
Dosis Dewasa 4000 mg/24 jam PO selama 7-10 hari
Dosis Pediatri <2 tahun: tidak disarankan
>2 tahun: 1000 mg PO 4 kali sehari selama 10 hari
Kontraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Interaksi Penggunaan berurutan dengan probenecid atau zidovudin memperlama waktu paruh dan meningkatkan toksisitas SSP terhadap asiklovir
Kehamilan C – Keamanan dalam penggunaan saat kehamilan belum ditetapkan
Kewaspadaan Waspada pada gagal ginjal atau saat menggunakan obat-obat nefrotoksik
FOLLOW-UP
Pasien rawat jalan:
• Pertimbangkan pemberian prednison dengan dosis inisial 1 mg/kg/hr
o Prednison merupakan obat poten dengan resiko efek samping yang tinggi. Bukti manfaatnya masih tetap diteliti secara seksama dalam literatur. Hingga keefektifitasannya jelas, hendaknya jangan diperlakukan sebagai perawatan standart.
o Dengan tanpa kontraindikasi dan jika dokter memilih untuk memberikan steroid, pilihan terbaik adalah prednison dosis tinggi, segera mungkin diberikan dalam perjalanan penyakit. (dosis perlu diturunkan pada hari ke 5 hingga 5 mg dalam dua kali sehari selama 5 hari)
• Berikan asiklovir (Zovirax) 800 mg PO 5 kali/hr selama 10 hari; 20 mg/kg pada pasien dibawah 2 tahun. Bukti terkini mendukung HSV sebagai perkiraan penyebab pada lebih dari 70% kasus Bell palsy.
Komplikasi:
• Sebagian besar pasien Bell palsy sembuh tanpa adanya deformitas yang dapat terlihat secara kosmetik; akan tetapi, sekitar 5% meninggalkan derajat sekuele yang tinggi.
• Regenerasi motorik inkomplit
o Bagian terluas nervus fasialis mengganggu serabut eferen yang menstimulasi otot-otot ekspresi fasial. Jika bagian motorik mencapai regenerasi suboptimal, paresis dari seluruh atau beberapa dari hasil-hasil otot fasial ini.
o Bermanifestasi sebagai (1) Inkompetensi oral, (2) epifora (airmata yang berlebihan), dan (3) obstruksi nasal.
• Regenerasi sensorik inkomplit
o Dapat terjadi dysgeusia (kerusakan indera perasa).
o Dapat juga terjadi ageusia (hilangnya sensasi perasa).
o Dapat terjadi dysestesia (kerusakan sensasi atau sensasi yang tidak enak terhadap stimuli normal).
• Reinervasi nervus fasial yang menyimpang
o Setelah hantaran saraf dari nervus fasial yang terganggu memulai proses regenerasi dan perbaikan, beberapa serabut saraf dapat mengambil jalur yang tidak biasanya dan berhubungan dengan serabut tetangga. Perhubungan yang tidak biasa ini menghasilkan jalur neurologis yang tidak biasa.
o Ketika gerakan volunter dimulai, mereka disertai dengan gerakan involunter (ms, gerakan penutupan mata diikuti dengan mata yang tidak terlindungi). Gerakan involunter yang disertai dengan gerakan volunter ini disebut dengan sinkinesis.
Prognosis:
• Perjalanan penyakit Bell palsy yang alami bervariasi dari penyembuhan komplit secara dini hingga perlukaan saraf yang substansial dengan sekuele yang permanen. Berdasarkan prognosisinya pasien terbagi menjadi 3 kelompok dengan jumlah yang kasarnya sama tiap-tiap kelompoknya.
o Grup 1 mendapatkan kesembuhan fungsi motorik fasial komplit tanpa sekuele.
o Grup 2 mengalami kesembuhan fungsi motorik fasial yang tidak komplit tetapi tanpa defek kosmetik yang jelas pada mata yang tidak terlatih.
o Grup 3 mengalami sekuele neurologis permanen yang jelas terlihat secara kosmetik maupun klinis.
• Sebagian besar pasien mengembangkan paralisis fasial inkomplit selama fase akut. Grup ini mempunyai prognosis kesembuhan total yang sempurna. Pasien memperlihatkan paralisis komplit beresiko tinggi terhadap sekuele berat.
• Dari pasien-pasien dengan Bell palsy, 85% mencapai kesembuhan komplit. Sepuluh persen diganggu oleh beberapa otot fasial yang tidak simetris, sedangkan 5% pasien mengalami sekuele berat.
Edukasi Pasien:
• Perawatan mata
o Lindungi mata dari benda asing dan cahaya matahari.
o Jaga agar mata tetap terlumasi dengan baik.
o Edukasi pasien untuk melaporkan temuan-temuan okuler baru seperti nyeri, sekret, atau perubahan visus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar