Senin, 16 Agustus 2010

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Epidemiologi
Chronic Kidney Disease (CKD) telah menjadi kekhawatiran yang berkembang di dunia karena prevalensinya yang meningkat serta hasil akhirnya yang buruk. Di Amerika serikat penderita CKD mencapai 20 juta yang berarti 1 dari 9 orang dewasa.1
Meskipun teknik dialisis dan transplantasi makin berkembang namun prognosis gagal ginjal tetap buruk. Sistem pendataan ginjal di Amerika Serikat pada tahun 2001 menunjukkan angka lebih dari 76.500 kematian pasien dengan End Stage Renal Disease (ESRD), angka ini seakan tidak berubah selama satu dekade terakhir. Morbiditas gagal ginjal juga cukup tinggi di mana pasien yang menjalani dialisis rata-rata 4 (empat) kondisi komorbid, 15 (lima belas) hari perawatan Rumah Sakit (RS)/tahun, dan kualitas hidup yang lebih rendah dari rata-rata populasi.2
Jumlah pasien dengan tingkat CKD yang lebih dini lebih besar namun mortalitas, morbiditas, hari perawatan RS/tahun, dan kualitas hidup belum diteliti lebih lanjut. Sebagian besar penderita tidak menyadari penyakit tersebut karena CKD asimtomatik sampai ia berkembang dengan signifikan.

Definisi dan klasifikasi
CKD menurut National Kidney Foundation (NKF) di Amerika Serikat didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerolus (GFR) < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Kerusakan ginjal sendiri didefinisikan sebagai abnormalitas patologis atau marker (penanda) kerusakan, termasuk abnormalitas di uji darah atau urin ataupun hasil pencitraan.
Penyebab mayor CKD dikelompokkan sebagai berikut1
1. Glomerulopati primer dan sekunder
a. Glomerulosklerosis fokal dan segmental
b. Glomerulonefritis membranoproliferatif
c. Nefropati IgA
d. Nefropati membranosa
e. Nefropati diabetik
f. Amyloidosis
g. Glomerulonefritis pasca infeksi
h. Nefropati terkait HIV
i. Penyakit vaskular kolagen
j. Nefropati sel sabit
k. Glomerulonefritis membranoproliferatif terkait HIV
2. Nefritis tubulointersisial
a. Hipersensitivitas obat
b. Logam berat
c. Nefropati analgesik
d. Pielonefritis refluks/kronik
e. Idiopatik
3. Penyakit menurun
a. Penyakit ginjal polikistik
b. Penyakit medular kistik
c. Sindrom Alport
4. Nefropati obstruktif
a. Penyakit prostat
b. Nefrolithiasis
c. Tumor/fibrosis retroperitoneal
d. Kongenital
5. Penyakit vaskular
a. Nefrosklerosis hipertensif
b. Stenosis arteri renalis
CKD jarang reversibel dan mengarah pada penurunan progresif fungsi ginjal. Hal ini terjadi bahkan setelah kejadian yang memicu telah disingkirkan. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi nefron-nefron yang tersisa dengan hiperfiltrasi, dan GFR pada nefron-nefron tersebut berada pada tingkat supranormal. Adaptasi ini memberikan beban pada nefron-nefron tersisa dan menyebabkan sklerosis glomerular progresif dan fibrosis intersisial, yang menunjukkan bahwa hiperfiltrasi memperburuk fungsi ginjal.1
Definisi tidak dapat berdasarkan nilai kreatinin serum semata karena korelasi non-linear antara nilai kreatinin serum dengan GFR. Namun demikian prediksi GFR dapat dilakukan dengan emasukkan nilai kreatinin serum ke dalam persamaan tertentu dengan mempertimbangkan pula jenis kelamin, usia, ras, dan ukuran tubuh.
Literatur barat memiliki kecenderungan terkini adalah menggantikan persamaan yang terdahulu yaitu persamaan Cockcroft-Gault dengan persamaan dari studi Modification of Diet in Renal Disease (MDRD). Selain melibatkan lebih banyak variabel persamaan MDRD juga memprediksi GFR lebih baik daripada persamaan Cockcroft-Gault dengan bias dan dan sebaran yang lebih sedikit. Sebuah studi dalam 100 pasien menunjukkan bahwa persamaan Cockcroft-Gault memiliki bias –14% sampai dengan +25% dan 75% perkiraan termasuk dalam 30% nilai GFR yang diukur. Tiga penelitian mengenai persamaan MDRD menunjukkan bias –3% sampai dengan +3% dan 90% perkiraan termasuk dalam 30% nilai GFR yang diukur.2
Terdapat beberapa persamaan MDRD namun yang banyak diadopsi dalam Clinical Practice Guidelines adalah versi singkat dengan empat variabel, yaitu: GFR (ml/menit/1,73 m2) = 186 x (SCr)-1,154 x (Usia dalam tahun)-0,203 dengan penyesuaian dikalikan 0,742 untuk perempuan dan 1,21 untuk ras kulit hitam.3
Pengukuran klirens kreatinin menggunakan penampungan urin 24 jam tidak memberikan perkiraan GFR yang lebih tepat dibandingkan menggunakan persamaan.2

Klasifikasi CKD menurut NKF adalah sebagai berikut:
Tingkat Deskripsi GFR
(mL/menit/1,73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau menurun 90
2 Kerusakan ginjal dengan GFR menurun ringan 60-89
3 GFR menurun sedang 30-59
4 GFR menurun berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 (atau dialisis)
Temuan Klinis
Gejala dan tanda
Gejala CKD sering berkembang dengan perlahan dan non-spesifik. Gejala dan tanda sindrom klinis uremia dapat dilihat dalam tabel berikut:1
Sistem organ Gejala Tanda
Umum Kelelahan Tampak sakit sedang, sakit kronis
Kulit Puritus, mudah memar Pucat, echimosis, ekskoriasi, edema, xerosis
THT Rasa logam di lidah, epistaksis Napas uremik
Mata Konjungtiva pucat
Paru Sesak napas Rhonki, Efusi pleura
Kardiovaskular (pericarditis) Sesak saat beraktivitas, nyeri retrosternal saat inspirasi Hipertensi, kardiomegali, friction rub
Gastrointestinal Anoreksia, mual, muntah, cegukan
Genitourinaria Nokturia, impotensi Isostenuria
Neuromuskular Kaki yang tak bisa diam, mati rasa dan kram di kaki
Neurologis Iritabilitas, konsentrasi berkurang, libido turun Stupor, asterixis, myoclonus, neuropati perifer

Gejala toksisitas obat meningkat, terutama obat-obat yang dieliminasi ginjal, seiring dengan klirens ginjal yang memburuk.
Pada pasien dengan gagal ginjal penting untuk mengidentifikasi dan menemukan semua penyebab yang reversibel: infeksi saluran kemih, obstruksi, deplesi volume ekstraseluler, nefrotoksin, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Keberadaan salah satu dari yang tersebut dapat memperburuk CKD.
Temuan laboratorium
Diagnosis gagal ginjal ditegakkan dengan mendokumentasikan peningkatan BUN dan kreatinin serum. Bukti BUN dan kreatinin yang meningkat sebelumnya, urinalisis abnormal sebelumnya, kreatinin serum yang stabil tapi abnormal sebelumnya konsisten dengan proses yang kronik. Seperti yang telah disebutkan di atas pengukuran klirens kreatinin menggunakan penampungan urin 24 jam tidak memberikan perkiraan GFR yang lebih tepat dibandingkan menggunakan persamaan.(cpg) Jika terdapat tiga atau lebih pemeriksaan memplot kebalikan kreatinin serum (1/kreatinin serum) terhadap waktu dapat membantu perkiraan waktu menuju ESRD.1
Anemia, asidosis metabolik, hiperfosfatinemia, hipokalsemia, dan hiperkalsemia dapat terjadi dengan gagal ginjal akut maupun kronis. Urinalisis kan menunjukkan isosthenuria jika kemampuan tubulus untuk mengkonsentrasi dan mendilusi terganggu. Sedimen urin dapat berupa broad waxy casts sebagai akibat nefron yang terdilasi dan hipertrofik. Sedimen tersusun dari matriks gel glikoprotein yang mengandung material yang ditemukan dalam lumen tubular, seperti sel, debris, lemak, protein, dan kristal. Susunan silinder ini memberikan petunjuk diagnostik tipe penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis, penyakit tubulointerstitial, dan gangguan vaskuler. Adanya silinder sel merah mengindikasikan kerusakan glomerular, silindersel putih mengindikasikan nefritis tubulointerstitial.1
Pencitraan
Temuan ginjal kecil ekogenik bilateral (<10 cm) menggunakan USG mendukung dianosis CKD, meskipun ginjal yang normal atau besar dapat pada gagal ginjal yang disebabkan penyakit ginjal polikistik dewasa, nefropati diabetik, nefropati terkait HIV, mieloma multipel, amiloidosis, dan uropati obstruktif. Bukti radiologis osteodistrofi ginjal merupakan temuan lain yang bermakna, karena perubahan pada x-ray karena hiperparatiroidisme sekunder tidak muncul kecuali jika tingkat paratiroid telah meningkat selama 1 tahun. Bukti reabsorbsi subperiosteal sepanjang sisi radial tulang-tulang jari mengkonfirmasi adanya hiperparatiroid.1

Komplikasi
Jumlah komplikasi CKD (sperti hipertensi, anemia, dan abnormalitas metabolisme kalsium dan fosfor) sebanding dengan penurunan GFR sesuai perjalanan penyakit. Oleh karena itu pasien dengan CKD tingkat 3 sebaiknya dievaluasi untuk anemia, malnutrisi penyakit tulang, neuropati, dan menurunnya kualitas hidup.1
Pada tabel berikut diperlihatkan hubungan jumlah komplikasi dengan GFR yang diperoleh pada Third National Health and Nutrition Examination Survey 1988–1994.

a. Hiperkalemia
Keseimbangan kalium umumnya akan tetap terjaga sampai GFR kurang dari 10-20 mL/menit. Namun demikian, keadaan tertentu memberikan risiko hiperkalemia pada GFR yang lebih tinggi. Penyebab endogen meliputi tipe apapun dari destruksi selular termasuk hemolisis dan trauma, kondisi hipereninemik hipoaldosteronism dan asidosis. Penyebab eksogen meliputi diet (buah jeruk dan pengganti garam yang mengandung kalium) dan obat-obatan yang mengurangi sekresi kalium (amilorid, triamteren, spironolakton, NSAID, ACE inhibitor atau menghambat uptake selular (beta-bloker).
b. Ketidak seimbangan asam-basa
Ginjal yang rusak tidak dapat mengekskresikan asam 1 meq/kgBB/hari yang dihasilkan metabolisme protein dari diet. Asidosis metabolik terutama karena hilangnya massa ginjal yang membatasi produksi amonia sehingga pandaparan H+ di urin berkurang.(current) Hiperkalemi juga dapat lebih mendepresi ekskresi amonium urea. Penyebab lain meliputi berkurangnya filtrasi asama yang dapat dititrasi seperti sulfat dan fosfat, berkurangnya resorbsi bikarbonat tubular proksimal, dan berkurangnya sekresi ion hidrogen tubulus ginjal. Meskipun pasien dengan CKD memiliki keseimbangan ion hidrogen positif, pH darah arteri dipertahankan pada 7,33-7,37 dan konsentrasi bikarbonat serum jarang turun di bawah 15 meq/liter. Ion hidrogen sisanya didaparkan oleh simpanan kalsium karbonat dan kalsium fosfat dalam tulang. Hal ini menyebabkan osteodistrofi ginjal akibat CKD.
c. Komplikasi kardiovaskular
Hipertensi—seiring dengan berkembanganya gagal ginjal, hipertensi karena adanya retensi garam dan air biasanya berkembang. Kondisi hipereninemik juga dapat memperberat hipertensi. Hipertensi adalah komplikasi tersering dari ESRD dan harus dikendalikan karena dapat memperparah kerusakan ginjal.
Perikarditis—dengan adanya uremia, perikarditis dapat muncul. Penyebabnya diyakini sebagai retensi toksin metabolik. Gejala-gejala meliputi nyeri dada dan demam. Pulsus paradoksus juga dapat muncul. Friction rub dapat terauskultasi tetapi kurangnya rub tidak menyingkirkan efusi perikardial yang signifikan. Rontgen thorax akan menunjukkan bayangan jantung yang membesar. Tamponade jantung dapat terjadi dengan tanda-tanda output jatung yang rendah, distensi vena jugular, dan paru-paru yang jernih saat auskultasi. Perikarditis merupakan indikasi mutlak dialisis.
Gagal jantung kongestif—pasien dengan ESRD cenderung memiliki kardiak output yang tinggi. Sering terjadi overload cairan ekstraselular, shunting darah melewati fistula arteriovena untuk dialisis, dan anemia. Sebagai tambahan hipertensi, abnormalitas tersebut menyebabkan meningkatnya kerja otot jantung dan kebutuhan oksigennya. Pasien dengan gagal ginjal kronis juga dapat memiliki tingkat atherosklerosis yang dipercepat. Faktor yang berperan dalam mengurangi katabolisme dan klirens lipoprotein mengandung apoB yang kaya trigliserida meliputi:
1. berkurangnya aktivitas enzim lipolitik
2. abnormalitas komposisi lipoprotein yang mencegah pengikatan ke reseptor yang sesuai
3. berkurangnya uptake lipoprotein dari sirkulasi
Pengikatan dan uptake lipoprotein dapat terpengaruh oleh peningkatan jumlah stress oksidan yang terlihat pada CKD sedemikian sehingga modifikasi oksidatif lipoprotein yang berakibat berkurangnya uptake oleh reseptor yang sesuai dan kemudian terjadi atherosklerosis. Ringkasnya pengikatan dan uptake lipoprotein mengandung apoB yang kaya trigliserida oleh hati dan di perifer menghasilkan peningkatan sirkulasi lipoprotein yang memiliki potensi aterogenik tersebut.4
Semua faktor ini menyumbang hipertrofi dan dilasi ventrikel kiri. Hormon paratiroid juga dapat berperan dalam patogenesis kardiomiopati sebagai akibat gagal ginjal.
d. Komplikasi hematologis
Anemia—anemia pada CKD bersifat normokrom normositer. Anemia disebabkan berkurangnya produksi eritropoetin yang menjadi signifikan jika GFR jatuh di bawah 20-25 mL/menit. Banyak pasien mengalami defisiensi besi. Hemolisis tingkat rendah dan hilangnya darah dari hemodialisis juga memberikan peran tambahan.
Koagulopati—koagulopati terutama disebabkan disfungsi trombosit. Hitung trombosit hanya sedikit meningkat tetapi waktu perdarahan diperpanjang. Trombosit menunjukkan daya adhesi dan agregasi yang abnormal. Secara klinis pasien dapat muncul petekiae, purpura, dan peningkatan kecenderuangan perdarahan selama operasi.
e. komplikasi neurologis
Ensefalopati uremik tidak terjadi sampai GFR jatuh di bawah 10-15 ml/menit. Hormon paratiroid diyakini sebagai salah satu toksin uremik. Saat tingkat kalsium melebihi 12-15 mg/dL, perubahan status mental sering mengikuti. Gejala dimulai dengan sulitnya berkonsentrasi dan dapat berkembang ke letargi, kebingungan, dan koma. Temuan pemeriksaan fisik meliputi nistagmus, kelemahan, asteriksis, dan hiperrefleks. Gejala dan tanda ini dapat membaik setelah dialisis.
Neuropati ditemui pada 65% pasien saat atau mendekati dialisis, tetapi tidak setelah GFR 10% dari normal. Neuropati perifer termanifestasi sebagai polineuropati sensorimotor (distribusi kaus tangan dan kaki) dan neuropati terisolasi atau terisolasi multipel. Pasien dapat memiliki kaki yang tak bisa diam, hilangnya refleks tendon dalam, dan rasa nyeri distal. Makin awal dimulai dialisis dapat mencegah neuropati perifer. Neuropati lain berakibat impotensi dan disfungsi otonom.
f. komplikasi metabolisme mineral
Kelainan kalsium, fosfor, dan tulang dikenal dengan osteodistrofi ginjal. Kelainan yang paling umum adalah osteitis fibrosa sistika—kelainan tulang karena hiperparatiroidisme sekunder. Pada saat GFR berkurang 25% di bawah normal, ekskresi fosfor terganggu. Hiperfosfatemia mengakibatkan ke hipokalsemia sehingga menstimulasi sekresi hormon paratiroid yang mempunyai efek fosfaturik dan menormalisasi fospor serum. Proses yang berkelanjutan ini mengakibatkan peningkatan hormon paratiroid yang tinggi sehingga terjadi turnover tulang yang tinggi dengan resorpsi tulang osteoklastik dan lesi subperiosteal. Secara klinis pasien mengalami nyeri tulang dan kelemahan otot proksimal. Kalsifikasi metastatik dapat terjadi. Secara radiologis lesi paling prominen di jari-jari dan sisi lateral kalvikula.
Osteomalasia merupakan salah satu bentuk osteodistrofi dengan turnover tulang yang rendah. Dengan memburuknya fungsi ginjal, terdapat pengurangan konversi ginjal dari 25-hidroksikolekalsiferol menjadi bentuk 1,25 dihidroksi. Penyerapan usus terhadap kalsium berkurang mengakibatkan hipokalsemia dan mineralisasi tulang yang abnormal.
g. komplikasi kelainan endokrin
Tingkat insulin di sirkulasi lebih tinggi karena perkurangnya klirens insulin oleh ginjal. Intoleransi glukosa dapat terjadi jika GFR kurang dari 10-20 mL/menit. Hal ini terutama karena resistensi insulin. Tingkat glukosa puasa dapat normal atau sedikit naik. Sehingga pasien dapat hiperglikemi atau hipoglikemi tergantung pada gangguan mana yang lebih dominan. Umumnya pasien diabetes memerlukan obat hipoglikemik dengan dosis yang dikurangi.
Berkurangnya libido dan impotensi umum dijumpai pada gagal ginjal kronis. Laki-laki memiliki level testosteron yang berkurang dan perempuan sering anovulatori.
Fungsi tiroid, hipofisis, dan adrenal sering normal meskipun abnormalitas pada kadar tiroksin, growth hormone, aldosteron dan kortisol.

Tata Laksana
Diet
Restriksi protein—beberapa penelitian menunjukkan restriksi protein memperlambat perkembangan ke ESRD. Efektivitas restriksi protein ini telah dibuktikan lewat beberapa penelitian3. Tabel berikut merupakan panduan diet restriksi protein
Tingkat CKD Protein, g/kgBB/hari Fosfor, g/kgBB/hari
1 dan 2 Restriksi protein umumnya tidak direkomendasikan Tanpa restriksi
3 0,6 g/kgBB/hari termasuk > 0,35 g/kgBB/hari PBT < 10
4 dan 5 0,6 g/kgBB/hari termasuk > 0,35 g/kgBB/hari protein nilai biologis tinggi atau
0,3 g/kgBB/hari dengan suplementasi asam amino esensial atau suplemen ketoanalog < 10

< 9
GFR <60mL/menit per 1,73 m2 (sindrom nefrotik) 0,8 g/kgBB/hari (plus 1 gram protein per gram proteinuria) atau
0,3 g/kgBB/hari dengan suplementasi asam amino esensial atau suplemen ketoanalog (plus 1 gram protein per gram proteinuria) < 12

< 9

Restriksi air dan garam—pada gagal ginjal yang lanjut, ginjal tidak dapat beradaptasi pada asupan natrium yang besar. Intake lebih besar dari 3-4gram/hari dapat menyebabkan edema, hipertensi, dan gagal jantung kongestif, sedangkan asupan kurang dari 1 gram/hari dapat mengakibatkan deplesi volume dan hipotensi. Untuk pasien non-dialisis 2 gram/hari merupakan rekomendasi awal. Masukan air perlu diperhitungkan dengan produksi urin dari pasien.
Restriksi kalium—diperlukan jika GFR di bawah 10-20 mL/menit. Pasien harus menerima daftar terinci mengenai kandungan kalium makanan dan membatasi asupan kurang dari 60-70 meq/hari dari normalnya 100 meq/hari.
Restriksi fosfor—tingkat fosfor harus dijaga di bawah 4,5 mg/dL, meskipun di bawah 5,5 mg/dL juga dapat diterima. Jika GFR lebih dari 10-20 mL/menit asupan fosfor harus dikurangi menjadi 5-10 mg/kg/hari. Di bawah GFR tersebut maka pengikat fosfor diperlukan.
Restriksi magnesium—semua laksatif dan antasid yang mengandung magnesium merupakan kontraindikasi relatif pada gagal ginjal.
Dialisis
Jika manajemen konservatif ESRD tidak adekuat maka hemodialisis, peritoneal dialisis, dan transplantasi ginjal merupakan terapi pilihan. Indikasi untuk dialisis adalah:
1. Gejala uremia seperti perikarditis, ensefalopati, atau koagulopati
2. Overload cairan yang tidak responsif dengan diuretik
3. Hiperkalemia refrakter
4. Asidosis metabolik berat (ph < 7,20)
5. Gejala neurologis seperti kejang atau neuropati
Menurut panduan tata laksana Dialysis Outcomes Quality Initiative (DOQI), dialisis harus dimulai bila pasien memiliki GFR 10 mL/menit atau kreatinin serum 8 mg/dL. Pasien diabetes sebaiknya memulai dialisis bila GFR mencapai 15 mL/menit atau kreatinin serum 6 mg/dL.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar