Minggu, 15 Agustus 2010

HIFEMA

HIFEMA

I. PENDAHULUAN
Walaupun mata mempunyai pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelompak mata dengan bulu matanya, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, serta kecelakaan mata biasanya terjadi akibat mainan, seperti penahan, ketepel, senapan angin, atau akibat lemparan, juga tusukan dari gagang mainan. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. 1,2
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat. Yang akan terjadi bila mata terkena benturan benda keras, yaitu:
1) Bila tidak terjadi robekan pada bagian-bagian mata maka : a. Benda keras yang kecil dan lembut seperti mimis senapan mainan yang tidak tajam itu membentur daerah mata dan bila mata dalam keadaan terbuka akan mengenai kornea yang menimbulkan erosi (lecet sel epitel). Pasien akan merasa kesakitan dan sangat pedih pada mata, penglihatan menurun dan bila lecet lebih dalam maka dalam penyembuhannya akan terjadi jaringan parut yang membekas keputihan di kornea, sehingga penglihatan akan menurun karenanya. b. lebih lanjut, benturan yang cukup kuat akan mengakibatkan pembuluh-pembuluh darah dalam bola mata pecah dan timbul pendarahan dalam bilik mata, yang biasa tampak dari luar disebut dengan hifema. Akan terasa sakit pada bola mata yang disertai penglihatan yang menurun. Perlu diketahui pula bahwa hifema bisa saja terjadi tidak seketika setelah benturan, tetapi akan muncul pada hari-hari berikutnya sampai hari ke-3. c. Pada keadaan lain bisa saja benda tersebut secara keras membentur sklera dan meskipun hifema tidak terjadi, bisa menyebabkan pendarahan pada retina dengan segala akibatnya. d. Penggumpalan pada perdarahan di bilik mata, bisa mengakibatkan hifema sekunder yang juga disertai rasa sakit pada bola mata dan bila tekanan bola mata itu meninggi akan mengakibatkan rasa mual dan muntah-muntah. e. akibat dari benturan-benturan keras tadi tidak berhenti disitu saja,. Bisa pula terjadi pada bagian iris yang terlepas dari dasarnya dan bila iridodialisis ini cukup besar akan dapat mengakibatkan pandangan monoklear (satu mata) yang ganda. f. Sedangkan pada lensa, bisa terjadi katarak trauma. g. Lensa bisa lepas dari ikatannya dan terjadi luksasi sebagian ataupun luksasi penuh. Akibat lanjut dari benturan pada kornea adalah gangguan pada sudut bilik mata yang lebih dalam, dan pada gilirannya nanti bila terjadi pembentukan jaringan ikat bisa timbul peninggian tekanan bola mata yang bersangkutan. i. Bisa pula terjadi uveitis yang disertai dengan peninggian tekanan bola mata yang memerlukan pengobatan yang serius. j. Pada bagian belakang bola mata, gangguan yang bisa terjadi adalah edema pada makula yang menyebabkan penglihatan menurun, robekan pada koroid yang mengakibatkan gangguan atau penurunan penglihatan. 2). Bila terjadi robekan pada bagian-bagian mata, maka akibatnya akan lebih buruk lagi, robekan bagian-bagian mata memerlukan tindakan koreksi bedah dengan berbagai akibat sampingannya, mulai kornea di depan iris, lensa, badan kaca, koroid, retina, sklera dan saraf optik.3,4
3). Bila benda yang membentur bola mata berukuran besar (misalnya bola tenis), maka struktur orbita ini terjadi di dasar rongga orbita bisa menimbulkan celah dimana otot-otot mata terjepit sehingga gerakan bola mata terhambat dan pada gilirannya pandangan menjadi ganda karena aksis penglihatan tidak sejajar lagi. Selain itu juga tampak mata yang cekung seperti bodi mobil yang penyok. 3,4
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat suatu trauma tembus maupun tumpul pada mata, akan tetapi dapat juga terjadi secara spontan. Secara umum dianggap bahwa hifema berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar. Mungkin juga berasal dari pembuluh darah kornea atau limbus dan badan siliar. Mungkin juga berasal dari pembuluh darah di kornea atau limbus atau karena terbentuknya pembuluh darah baru pada bekas operasi atau pada penyakit lain ( seperti rubeosis iridis). Pada pengamatan akan tampak darah dibalik kornea dan menutupi gambaran iris. Hifema dapat disertai dengan atau tanpa pendarahan pada konjunctiva. Pada sebagian besar pasien dilakukan pemeriksaan mata lengkap untuk menyingkirkan adanya ruptur bola mata. Jika bagian posterior bola mata tidak dapat dinilai karena adanya hifema, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT-Scan mata.
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang akan mengakibatkan kebutaan. 5,6,7

II. DEFINISI
Hifema merupakan suatu keadaan dimana di dalam bilik mata depan ditemukan darah yang biasanya berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah, dapat terjadi akibat trauma tumpul, dapat juga pendarah ini terjadi spontan. Darah dalam bilik mata depan ini dapat mengisi seluruh bilik mata depan atau hanya mengisi bagian bawah bilik mata depan.6

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Lapisan vaskuler di dalam bola mata yang terdiri dari iris, badan silier dan koroid. Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior di perdarahi oleh dua buah arteri siliaris posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dan dekat tempat masuk saraf optik dan tujuh buah arteri siliaris anterior, yang terdapat pada dua setiap otot rectus lateralis. Arteri siliaris anterior dan posterior ini bergabung menjadi stu membentuk sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat pendarahan dari 15-20 buah arteri siliaris posterior brevis yang menembus sklera di daerah sekitar tempat masuk saraf optik.1
Bilik mata depan (kamera okuli anterior) berisi cairan mata dengan batas depan bagian belakang kornea dan batas belakang iris dan lensa. Di bagian depan perifer terdapat sudut bilik mata (dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris) yang memegang peranan dalam mengeluarkan cairan mata. Cairan mata di sudut bilik mata yang mengalir keluar melalui kanalis Schlemn menuju pembuluh darah balik episklera.5
Iris merupakan bagian dari uvea anterior dan melekat di bagian perifer dengan bagian siliar. Stroma yang terletak di bagian depan tidak mempunyai tidak mempunyai epitel sedangkan di bagian belakang terdapat epitel yang berpigmen sehinga memberikan warna pada iris. Stroma iris banyak mengandung pembuluh darah, yaitu arteri sirkular iridis minor dan mayor. Kedua pembuluh darah ini dihubungkan oleh arteri radialis iris. Iris berisi dua kelompok serabut otot polos dimana kelompok yang satu mengecilkan ukuran pupil. Sementara otot yang lain melebarkan ukuran pupil.5
Badan siliar merupakan jaringan berbentuk segi tiga terletak melekat pada sklera, dan berhubungan erat dengan uvea posterior di sebelah belakang iris. Terdiri atas dua bagian : korona siliar (pars plikata), yaitu bagian anterior yang berkerut-kerut 2 mm dan pars plana, yaitu bagian yang halus dan rata, 4 mm. Epitel siliar terdiri atas 2 lapis, yaitu bagian luar yang berpigmen dan bagian dalam yang tidak berpigmen. Kedua-duanya melanjutkan diri sebagai lapisan pigmen permukaan posterior iris. Epitel pigmen merupakan lanjutan pigmen retina ke arah depan.5,8
Otot siliar terdiri atas bagian longitudinal dan bagian radial serta bagian sirkular. Fungsinya: mengerutkan dan mengendorkan otot-otot zoular, sehingga terjadi perubahan tegangan pada kapsul lensa yang memberikan berbagai fokus, baik terhadap objek dekat maupun objek yang terletak lebih jauh dalam lapangan pandang. 5,8
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sklera. Koroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah koroid: besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dialirkan melalui empat vena vorteks, satu di masing-masing kuadran posterior. Koroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, koroid bersambung dengan badan siliar. Agregat pembuluh darah koroid memperdarahi bagian luar retina yang mendasarinya.8
IV. ETIOLOGI5,6
Hifema dapat terjadi akibat :
- trauma tumpul ataupun trauma tembus
- pendarahan spontan
- paska pembedahan

V. PATOFISIOLOGI
Trauma merupakan penyebab paling sering hifema. Oleh karena itu hifema sering ditemukan pada pasien berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau limbus dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang singkat di dalam bola mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis sehingga terjadi peregangan-perenganan dan robekan pada kornea, sklera sudut iridokornea, badan siliar yang dapat menimbulkan pendarahan. Pendarahan sekunder dapat terjadi oleh karena resorbsi dari pembekuan darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu yang cukup untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi.2,8


Gambar 1
gambar menunjukkan daerah yang berpotensi terjadinya pendarahan pada trauma tumpul.

Pendarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari sesudah trauma yang disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah yang mungkin diakibatkan karena terjadinya suatu kelemahan dinding-dinding pembuluh darah. Pada proses penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal Sclemn dan permukaan depan iris. Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh enzim proteolitik yang dapat berlebihan di dataran depan iris. 5,6

Gambar 2
Hifema : darah pada bilik mata depan. Derajat berupa tidak dapat melihat secara jelas, sampai hanya dapat melihat persepsi
Gambar 3
Hifema: akibat pembunuh darah abnormal karena tumor (diabetes,inflamasi kronik) Darah di daerah aqueous keluar ke lapisan bagian inferior bilikmata depan

Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat hemosiderin berlebihan di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan pigmen ini ke dalam lapis kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan kornea terutama di bagian sentral sehingga terjadi perubahan warna kornea menjadi coklat yang disebut imbibisi kornea.5,6
Sementara itu darah di dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya. Namun, bila jumlahnya memadai maka ia dapat menghambat aliran humor aquos ke dalam trabekula., sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.2
VI. GEJALA KLINIS
Biasanya pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan bleforospasme.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.1

VII. DIAGNOSA6,7
Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.
 Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses terjadi trauma dan benda akan yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda mengenai mata dan bahan tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau keluhan nyeri pada mata karena berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler akibat pendarahan sekunder. Apakah trauma tersebut disertai sengan keluarnya darah, dan apakah sudah pernah mendapat pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau setelah kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembekuan darah atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.
 Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang berhubungan dengan cedera bola mata disingkirkan. Dilakukan pemeriksaan hifema dan menilai perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar. Hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus, seperti:
- ekimosis
- laserasi kelopak mata
- proptosis
- enoftalmus
- fraktur yang disertai gangguan pada gerakan mata
Kadang-kadang kita menemukan kalainan berupa defek epitel, edema kornea dan imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan darah di dalam bilik mata depan. Menentukan derajat keparahan hifema, antara lain:
• Grade 1 : darah mengisi < 1/3 bilik depan mata
• Grade 2 : darah mengisi 1/3 – ½ bilik depan mata
• Grade 3 : darah mengisi ½ sampai hampir seluruh bilik depan mata
• Grade 4 : bilik depan mata tampak bekuan darah yang berbentuk blackball atau 8-ball hyphema
Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa kornea karena akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotel kornea.
Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis atau robekan iris.
Akibat trauma yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak berada di tempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi lensa bahkan luksasi lensa.
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengetahui apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata.
Penilaian fundus perlu dicoba tetapi biasanya dangat sulit sehingga perlu situnggu sampai hifema hilang. Pemeriksaan funduskopi diperlukan untuk mengetahui akibat trauma pada segmen posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media penglihatan. Pada funduskopi kadang-kadang terlihat darah dalam badan kaca. Pemberian midriatika tidak dianjurkan kecuali bila untuk mencari benda asing pada polus posterior.


VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- skrining sickle cell
- elektroforesis : untuk menentukan apakah sickle cell trait atau sickle cell disease
- X –ray
- USG
- CT-Scan orbita

IX. PENATALAKSANAAN 2,4,5,6
Pada dasarnya penanganan hifema ditujukan untuk :
- Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
- Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
- Mengendalikan tekanan bola mata
- Mencegah terjadinya imbibisi kornea
- Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
- Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi.
Penanganan umum penderita hifema traumatik antara lain, rawat rumah sakit, tirah baring, billateral patching, dan sedasi.
Penderita hifema harus dirawat. Dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur dengan elevasi kepala 30-45 derajat agar darah turun ke bagian bawah bilik mata dan membantu dalam menilai derajat keparahan hifema. Juga dapat mempercepat perbaikan ketajaman penglihatan, mempermudah menilai bilik belakang mata, dan bilik depan mata lebih mudah dibersihkan. Bila mungkin kedua mata ditutup untuk memberikan istirahat pada mata.
Pada penderita yang gelisah dapat diberi sedatif. Bila terdapat rasa sakit diberi analgetik atau asetazolamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik. Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa kodein, tergantung derajat nyeri. Obat-obat yang memberikan efek anti platelet dapat meningkatkan terjadinya pendarahan berulang sebaiknya tidak digunakan. Obat-obat golongan NSAID yang bersifat analgetik seperti asam mefenamat atau naproksen bisa mengganggu efek anti platelet. Obat-obatan tropikal yang dianjurkan sangat bervariasi, diantaranya siklopegik untuk iridosiklitis traumatik dan miotik untuk meningkatkan area permukaan resorbsi iris. Kortikosteroid dan estrogen topikal juga dianjurkan. Pemberian steroid topikal setelah hari ketiga dan keempat berguna untuk mengurangi terjadinya iridosiklitis dan mencegah terjadinya sinekia. Pemberian topikal atropine diindikasikan untuk penderita hifema grade 3 agar blok pupil bisa hilang.
Pemberian aminocaproic acid (ACA) sistemik dapat mencegah terjadinya perdarahan berulang. Aktifitas anti fibrinolitik ACA sistemik seperti ditunjukkan pada bagian tubuh yang lain yaitu menurunkan terjadinya pendarahan sekunder.
Traneksamic acid juga memiliki efek antifibronolitik. Pada anak-anak dengan dosis 25 mg/kg/hari dapat menurunkan terjadinya perdarahan sekunder/ Steroid sistemik seperti prednison juga dapat menurunkan terjadinya perdarahan sekunder. Steroid sistemik seperti prednison juga dapat menurunkan terjadinya perdarahan sekunder.
Pada hifema primer penderita dipulangkan dari perawatan bila sesudah 5-7 hari pendarahan hilang atau dengan koagulum yang mengecil.
Tindakan pembedahan parasentese dilakukan bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoa, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah 5 hari tidak memperlihatkan tanda-tanda berkurang.
Untuk mencegah atropi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila:
- tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari
- tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari
Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila:
- tekanan bola mata rata-rata > 25mmHg selama 6 hari
- bila terdapat tanda-tanda dini imbibisi kornea
Untuk mencegah sinekia posterior perifer dilakukan pembedahan bila:
- hifema total bertahan selama 5 hari
- Hifema difus bertahan selama 9 hari

X. PENYULIT
Hifema dapat menimbulkan beberapa penyulit seperti glaukoma, uveitis, imbibisi kornea yang akhirnya akan mengakibatkan kemunduran tajam penglihatan.5

XI. PROGNOSIS
Dikatakan bahwa prognosis hifema bergantung pada jumlah darah di dalam bilik mata depan. Bila darah sedikit di dalam bilik mata depan, maka darah ini akan hilang dan jernih sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata depan, maka prognosa buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit. Hifema yang penuh di dalam bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk dibandingkan dengan hifema sebagian.
Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma tersebut, seperti luksasi lensa, ablasi retina dan odema makula.
Hifema sekunder terjadi pada hari ke 5-7 sesudah trauma biasanya lebih masif dibanding dengan hifema primer, dan dapat memberikan rasa sakit sekali.
Dapat terjadi keadaan yang disebut sebagai hemoftalmitis atau peradangan intraokular akibat adanya darah yang penuh di dalam bola mata. Dapat juga terjadi siderosis akibat hemoglobin atau siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.
Prognosis penglihatan pada penderita hifema dipengaruhi oleh 3 faktor penting, yaitu:
1. kerusakan struktur mata yang lain, seperti : ruptur koroid
2. perdarahan sekunder
3. komplikasi berupa glaukoma, corneal bloodstaining atau atropi optikus
Penanganan ditujukan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi. Penanganan hifema dikatakan berhasil bila adanya perbaikan tajam penglihatan. Penderita hifema yang sembuh dengan visus 20/40 atau lebih baik tergantung dari derajat keparahan hifema, yaitu:
o Hifema grade 1 : 80%
o Hifema grade 2 : 60%
o Hifema grade 3 dan 4 : 35%




























DAF TAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Hifema. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga, Jakarta; Balai Penerbit FKUI;2006
2. Wijana, N;Hifema. Dalam ; Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-5. 1989
3. Dampak Benturan Benda Keras pada Mata; available at URL; htttp://www1.bpkpenabur.or.id/jelajah/u3n8/25.pdf
4. Apotek Online dan Media Informasi Obat-Penyakit; available at URL: http://medicastore.com/cybermed/detail-pyk.php?idktg=16&iddtl=853
5. Ilyas S, Salamun MT, Azhar Z; Hifema. Dalam : Sari Ilmu Penyakit Mata. Cetakan Ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 2003
6. Ilyas S; Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan Ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FKUI;2005
7. Ilyas S. MILngkY hhb, Taim H dkk; Hifema. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-2. Jakarta;Penerbit CV. Sagung Seto;2002
8. Voughan DG, Asbury T, Eva PR; Hifema. Dalam: Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta; Widya Medika;2000














PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. A
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Aru Putih Aceh Selatan
Tanggal Masuk : 27 Juli 2007

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Mata kiri merah
2. Keluhan Tambahan : bengkak pada kelopak mata kiri, pandangan sebelah kiri kabur, serta mata kiri nyeri
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mata kiri merah serta bengkak pada kelopak mata kiri, serta terasa nyeri pada mata kiri sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit RSUZA. Hal ini terjadi setelah mata kiri pasien terkena pukulan kayu yang dipukul oleh adik pasien tanpa sengaja.
Pasien juga mengeluh pandangan mata sebelah kirinya kabur setelah kejadian itu, sebelumnya pasien dapat melihat dengan jelas. kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke RSUZA.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
disangkal


III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 74x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,2oC

2. Status Internus
Kulit : sawo matang, tugor (N), pucat (-)
Mata : lihat status oftalmicus
Telinga : Meatus (N), nyeri tekan mastoid (-)
Leher : JVP (N), pembesaran kelenjar (-) kaku kuduk
Sistem pernafasan
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : fremitus (N/N)
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler(N/N), rhonkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : cardiac bulding (-)
Palpasi : ictus cordis teraba di ICR V
Linea Midclavikula Sinistra
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : ICR II sinistra
Kanan : linea parasternalis dextra
Kiri : 1 cm medial linea midclavikula sinistra
Auskultasi : Peristaltik normal
3. Status Oftalmicus




PEMERIKSAAN OD OS
VISUS 5/5 4/60
TIO 12,3 mmHg 15,2 mmHg
PERGERAKAN Bebas Bebas
PALPEBRA SUPERIOR Oedem (-)
Hiperemis (-) Oedem (+)
Hiperemis (+)
PALPEBRA INFERIOR Oedem (-)
Hiperemis (-) Oedem (-)
Hiperemis (-)
CONJ. TARSAL SUPERIOR Oedem (-)
Hiperemis (-) Oedem (-)
Hiperemis (+)
CONJ. TARSAL INFERIOR Oedem (-)
Hiperemis (-) Oedem (-)
Hiperemis (-)
CONJUNCTIVA BULBI Kemosis (-)
Hiperemis (-)
Inj.siliar (-)
Inj, konjunctiva (-) Kemosis (-)
Hiperemis (+)
Inj.siliar (+)
Inj, konjunctiva (-)
KORNEA Jernih Jernih
COA Kedalaman (N) Kedalaman (N)
Hifema 1/4 COA
PUPIL Bulat, 3 mm
RC (+) Bulat, 3 mm
RC (+)
IRIS Kripta jelas Sdn
LENSA Jernih Jernih

IV. DIAGNOSA
Hifema Oculi sinistra ec. Trauma tumpul



V. PENATALAKSANAAN
• Bedrest dengan posisi kepala ditinggikan 30-45o
• Ciprofloxacin 2 x 500 mg tab
• Transamin acid 3 x 500 mg tab
• Timolol 0,5% ED 2 x gtt1 OS
• Asam mefenamat 3 x 500 mg

VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad visam : dubia ad bonam
Quo ad kosmetik : dubia ad bonam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar